Weekend selalu saya manfaatin untuk ketemu teman-teman. Ya buat sekadar ngobrol, bikin konten, atau minta dibayarin makan. Seperti Sabtu kemarin, saya diajak ketemuan di Kemang Village (Kemvil). Sebenernya agak mikir-mikir ketemuan di Kemvil. Yang saya tau, adeknya Raditya Dika ngabisin lebih dari 1 juta buat pacaran di sana. (Videonya bisa diliat di sini.) Sementara saya kalau ke mall, paling cuma bisa ngabisin 1 Teh Tong Tji. Tapi karena penasaran dan belum pernah ke sana, akhirnya saya setuju. Saya yakin kalau urusan uang atau rezeki sih, udah diatur Tuhan. Atau bisa ngutang teman.
Selasa, 18 September 2018
Selasa, 11 September 2018
Mencari Searching
Sabtu lalu, saya main ke kosan Upan. Upan ini temen serumah selama kuliah di Jogja dan sekarang lagi di Jakarta. Hari itu rencananya mau buat Podcast of Verezha dengan Upan sebagai bintang tamunya. Iya, untuk konten di sosial media. Zaman sekarang tujuan ketemu temen itu bukan lagi sekadar pengen ngobrol, tapi juga biar ada bahan update di sosial media. Ya menurut saya sih nggak masalah. Tapi yang sering bikin heran itu ketika ada yang update di instastory sambil ngomong, "Hayo lagi sama siapa nih?" lalu mengarahkan handphone ke temen-temennya. Saya cuma mau bilang, tolong jangan buat kami yang nonton jadi merasa bersalah karena nggak bisa jawab siapa nama temen-temen kamu.
(Oh iya, podcast bareng Upan udah bisa temen-temen dengerin di sini ya.)
(Oh iya, podcast bareng Upan udah bisa temen-temen dengerin di sini ya.)
Selasa, 24 Juli 2018
Jarak Dibagi Waktu
Belakangan ini (sepertinya) saya bukan lagi seorang introvert. Saya juga bukan lagi orang yang betah di rumah. Nggak tau deh apakah karena saya udah jadi esktrovert atau karena di rumah nggak ada wifi. Intinya, saya senang ketemu temen-temen. Rasanya begitu bersemangat untuk ngobrol banyak hal sama mereka. Walaupun temen saya sedikit, tapi kami solid. Kami bisa ngobrol berjam-jam di kafe tanpa pesan makanan. Cuma pesan air putih. Itu juga buat bareng-bareng. Pokoknya jangan ragukan betapa solidnya kami.
Senin, 16 Juli 2018
Jalanan Jakarta
Saya mikir-mikir untuk bawa kendaraan pribadi ke Jakarta. Alasannya tentu karena macet. Saya belum siap berada dalam situasi di mana jarak ke tempat tujuan tinggal 200 meter, tapi bisa kena macet sampai 2 jam. Akhirnya saya kemana-mana pakai transportasi umum. Bukan berarti bisa lebih cepat sampai tujuan, tapi setidaknya bukan saya yang harus nyetir. Atau setidaknya, bukan saya yang harus mengumpat kalau spion diserempet kendaraan lain. Kadang juga saya berharap di Jakarta ada alat transportasi jetpack. Tinggal pencet tombol kiri, kanan, L1, L2, R1, R2, atas, bawah, kiri, dan kanan lalu terbang. Kalau jetpack nggak memungkinkan, ya minimal drone yang bisa ngangkut orang.
Senin, 09 Juli 2018
Jawaban Tuhan
Bulan April lalu saya lagi harap-harap cemas. Berharap bisa segera dapat kerja dan cemas karena udah sebulan belum ada panggilan apa-apa. Rasanya tiap kali ketemu orang, saya pengen mengenalkan diri dengan bilang, "Nama saya Ibrahim, tapi saya lebih suka dipanggil kerja". Pada akhirnya saya coba banyak berdoa. Dan di dalam doa, ada satu hal khusus yang saya minta; dapat kerja di Bandung. Biar bisa dekat keluarga. Pengennya juga dekat dengan calon mertua, tapi apa daya belum punya.
Jumat, 30 Maret 2018
Alasan untuk Nggak Banyak Alasan
Saya sedang menulis project yang mau dikerjakan saat lagi menunggu makan malam dihidangkan di salah satu rumah makan di Bandung. Saya menulisnya dalam format poin-poin sederhana di notes handphone. Sejak laptop saya tombol huruf-hurufnya rusak, saya jadi membiasakan diri menulis apa-apa di handphone. Selain karena lebih praktis, handphone juga alat yang akan selalu saya genggam dan lihat tiap harinya. Walaupun biasanya yang dicek hanya chat Line, Twitter, dan foto-foto Dua Lipa di Instagram. (Informasi aja, Dua Lipa tiap hari upload foto baru. Kalo kamu nggak follow dia di Instagram, saya nggak tau kamu punya masalah hidup apa...)
Selesai menulis poin-poin, saya kaget menyadari ternyata banyak project pribadi yang ingin saya kerjakan di tahun 2018. Saya memang bercita-cita kelak bisa hidup dari karya-karya yang saya buat. Mulai dari karya tulis, video, dan podcast. Saya berencana untuk merintisnya dari sekarang. Di tahun 2018 ini saya juga ingin mencoba belajar banyak hal baru. Bukan karena ambisius, tapi karena sekarang saya masih nganggur.
Selesai menulis poin-poin, saya kaget menyadari ternyata banyak project pribadi yang ingin saya kerjakan di tahun 2018. Saya memang bercita-cita kelak bisa hidup dari karya-karya yang saya buat. Mulai dari karya tulis, video, dan podcast. Saya berencana untuk merintisnya dari sekarang. Di tahun 2018 ini saya juga ingin mencoba belajar banyak hal baru. Bukan karena ambisius, tapi karena sekarang saya masih nganggur.
Kamis, 22 Maret 2018
Harga Sebuah Karya
Hari itu saya dan dua orang teman lagi ngerjain video iklan di sebuah cafe. Namanya Dipta dan Putra. Kami udah saling kenal sejak SMA. Pas kuliah, saya dan Dipta masuk ke satu kampus yang sama, sementara Putra di kampus yang berbeda. Walaupun gitu, saya dan Putra tetep berhubungan baik. Putra sering ngajakin main game ke rumahnya dan selalu menyuguhkan makanan. Biasanya saya juga minta dibungkus.
Di sela-sela break karena mesti nge-charge batre kamera, kami duduk santai di halaman depan cafe. Saya dan Putra duduk berhadapan di satu meja sementara Dipta duduk terpisah di meja lain sambil ngerokok. Mungkin Dipta ingin menghargai kami yang nggak merokok dengan menjaga jarak. Mungkin di pikiran Dipta, "Jangan sampai asap rokok ini mencemari oksigen yang temen-temenku hirup. Biar aku aja yang tercemar. Biar aku!"
Di sela-sela break karena mesti nge-charge batre kamera, kami duduk santai di halaman depan cafe. Saya dan Putra duduk berhadapan di satu meja sementara Dipta duduk terpisah di meja lain sambil ngerokok. Mungkin Dipta ingin menghargai kami yang nggak merokok dengan menjaga jarak. Mungkin di pikiran Dipta, "Jangan sampai asap rokok ini mencemari oksigen yang temen-temenku hirup. Biar aku aja yang tercemar. Biar aku!"
Kamis, 15 Maret 2018
Menjadi Batman
Salah satu cita-cita saya jadi Batman. Iya, kamu nggak salah baca kok. Laki-laki yang udah berumur 23 tahun ini emang mengidolai Batman dari kecil. Kenapa? Alasan sederhananya karena kostum Batman warnanya hitam. Laki-laki dengan pakaian serba hitam itu nggak pernah salah. Tampak lebih gagah, elegan, dan yang paling penting ketika punggung basah karena keringetan, orang-orang nggak tau.
Laki-laki dan warna hitam emang nggak pernah salah, tapi kalo warna hitam ini dipake untuk background instastory, lalu terdengar sayup-sayup lagu galau ditambah beberapa penggal kalimat warna putih ditulis kecil... ya goodluck aja deh capernya.
Laki-laki dan warna hitam emang nggak pernah salah, tapi kalo warna hitam ini dipake untuk background instastory, lalu terdengar sayup-sayup lagu galau ditambah beberapa penggal kalimat warna putih ditulis kecil... ya goodluck aja deh capernya.
Selasa, 09 Januari 2018
350-an Hari di 2018
Saya bertanya ke beberapa teman dan jawaban mereka kurang lebih sama, resolusi itu hanya seperti angin lalu. Awal tahun dibuat, akhir Januari udah lupa. Baru sebulan, resolusi udah kadaluwarsa. Saya tau mereka ada benernya, toh saya pun juga merasakan itu. Awal tahun rasanya menggebu-gebu ingin begini begitu, lalu ketika bertemu dengan Senin yang mana hari pertama masuk kuliah atau kerja, resolusi itu seakan lenyap seiring status 'back to reality' muncul di mana-mana. Yang terngiang di kepala hanya, kembalikan waktu libur kami! Ya maklum, resolusi dibuat ketika lagi libur tahun baru. Biasanya sesuatu emang terasa lebih menarik ketika belum dikerjain.
Langganan:
Postingan (Atom)