Saya sedang menulis project yang mau dikerjakan saat lagi menunggu makan malam dihidangkan di salah satu rumah makan di Bandung. Saya menulisnya dalam format poin-poin sederhana di notes handphone. Sejak laptop saya tombol huruf-hurufnya rusak, saya jadi membiasakan diri menulis apa-apa di handphone. Selain karena lebih praktis, handphone juga alat yang akan selalu saya genggam dan lihat tiap harinya. Walaupun biasanya yang dicek hanya chat Line, Twitter, dan foto-foto Dua Lipa di Instagram. (Informasi aja, Dua Lipa tiap hari upload foto baru. Kalo kamu nggak follow dia di Instagram, saya nggak tau kamu punya masalah hidup apa...)
Selesai menulis poin-poin, saya kaget menyadari ternyata banyak project pribadi yang ingin saya kerjakan di tahun 2018. Saya memang bercita-cita kelak bisa hidup dari karya-karya yang saya buat. Mulai dari karya tulis, video, dan podcast. Saya berencana untuk merintisnya dari sekarang. Di tahun 2018 ini saya juga ingin mencoba belajar banyak hal baru. Bukan karena ambisius, tapi karena sekarang saya masih nganggur.
Saya jadi teringat masa SMA ketika untuk pertama kalinya saya punya project video. Sejak SMA saya memang menaruh minat lebih pada dunia videografi. Saat itu saya berencana bikin video dokumentasi tentang kisah saya sebagai anak rantau. Saya sudah merantau ke Jogja sejak SMA. Bagi saya, label sebagai anak perantauan itu terdengar keren. Sejak masih muda udah berani mandiri, jauh dari keluarga. Belajar bertahan hidup di lingkungan baru. Ya walaupun alasan saya merantau karena ngikut-ngikut temen dan dua minggu pertama di Jogja saya selalu nangis di kamar mandi karena kangen rumah.
Bermodalkan kamera pinjaman, project video ini saya kerjakan sendirian. Dari mencari ide cerita, mengambil video, sampai mengeditnya di laptop, saya lakukan tanpa bantuan. Di awal semuanya terasa menyenangkan. Semangat begitu menggebu-gebu. Ingin rasanya video ini cepat selesai dan ditunjukin ke temen-temen di Bontang, kota asal saya. Saya penasaran bagaimana reaksi mereka melihat kehidupan saya yang sangat berbeda dengan kehidupan teman-teman di sana. Kemungkinan terbaiknya, nama saya dielu-elukan, followers saya nambah. Kemungkinan terburuknya, mereka nggak peduli sama sekali dan nggak inget sama saya karena udah lama nggak kabar-kabaran.
Namun ternyata efek mengerjakan sendirian itu membuka celah buat saya untuk berhenti sejenak mengerjakan video yang belum sampai 50% selesai. Celah itu namanya sibuk sekolah. Awalnya saya selalu bisa menyempatkan waktu, tapi lama-kelamaan seakan sulit mencari waktu untuk menyelesaikan video. Saya merasa terlalu sibuk sama berbagai urusan sekolah. Saya ingat dulu pernah menggerutu karena waktu dan tenaga saya habis untuk ngerjain PR, belajar buat ulangan, dan les. Ditambah lagi, nggak ada orang yang bantu menyelesaikan membuat video itu makin terlantar.
Saya membiarkan celah itu terus membuka hingga besar. Saya terus membiarkan kesibukan sekolah menjadi alasan saya berhenti mengerjakan video. Bahkan di saat weekend pun saya enggan melanjutkannya. Alasannya karena weekend adalah waktu untuk istirahat. Saya mencoba membenarkan dan memaklumi keputusan tersebut. Saya jadi merasa masa SMA memang bukan waktu yang tepat untuk mengerjakan hal-hal semacam itu hingga akhirnya video 'Life of Anak Rantau' nggak selesai. Nanti aja bikin video lagi kalo udah lulus SMA, pas udah nggak sibuk dan banyak waktu kosongnya, pikir saya kala itu.
Kenyataanya setelah lulus SMA saya sibuk nyari kuliah. Gagal di jalur undangan membuat saya harus belajar lagi dengan ikut les-les supaya bisa diterima lewat jalur lain. Setiap hari rasanya waktu hanya untuk persiapan tes masuk kuliah. Anggapan saya setelah lulus SMA akan banyak waktu kosong ternyata salah. Pikiran yang sama ketika dulu SMA muncul lagi, ini bukan waktu yang tepat untuk bikin video. Mewujudkan keinginan untuk bikin video pun terpaksa harus ditunda lagi.
Lama kelamaan saya merasa ada yang keliru dari saya menyikapi kesibukan. Ketika saya mengatakan 'bikin videonya nanti kalo udah nggak sibuk', kenyataannya saya nggak tau kapan akan benar-benar nggak sibuk. Padahal akan selalu ada kesibukan-kesibukan baru yang ujungnya selalu membuat saya menunda bikin video. Akan selalu ada alasan-alasan baru kenapa saya harus menunda.
Hingga pada intinya, saya mulai menyadari kalo menunda bikin video itu hanya karena saya nggak menyempatkan waktu untuk itu. Saya nggak menjadikan aktivitas bikin video itu sama pentingnya dengan aktivitas belajar di SMA atau masuk kuliah. Padahal bagi saya, belajar dan bikin video bisa sama-sama penting. Belajar penting untuk jenjang pendidikan saya. Video penting untuk jenjang karir saya. Yang membedakan keduanya adalah tuntutan. Ada yang 'menuntut' saya untuk belajar. Ya dari lingkungan atau karena mau ulangan. Sementara itu nggak ada yang 'menuntut' saya untuk menyelesaikan video. Sampai saya tau yang seharusnya yang menuntut itu saya sendiri, karena ini mimpi yang ingin saya gapai.
Menunda hal seperti di atas berarti saya juga sedang menunda untuk lebih dekat dengan cita-cita. Saya juga belum tau akan sejauh apa perjalanan yang harus saya tempuh. Semakin sering saya menunda maka akan semakin lama saya sampai pada cita-cita.
Akan selalu ada alasan untuk menunda apa yang sedang kita kerjakan. Nggak punya banyak waktu, nggak ada yang bantu, dan lain-lain. Tapi kita hanya butuh satu alasan untuk menyelesaikan yang kita kerjakan; kita ingin segera menjadi orang yang kita cita-citakan di hidup yang hanya satu kali ini. Hidup yang hanya sekali ini nggak pernah menjamin apakah kita masih akan punya waktu, ide, dan tenaga lagi di kemudian hari.
Semoga kita bukan termasuk golongan orang-orang yang menyesal karena nggak sesegera mungkin memperjuangkan apa yang kita cita-citakan!