Selasa, 09 Januari 2018

350-an Hari di 2018

Apakah cuma saya di sini yang merasa penting punya resolusi di awal tahun? 

Saya bertanya ke beberapa teman dan jawaban mereka kurang lebih sama, resolusi itu hanya seperti angin lalu. Awal tahun dibuat, akhir Januari udah lupa. Baru sebulan, resolusi udah kadaluwarsa. Saya tau mereka ada benernya, toh saya pun juga merasakan itu. Awal tahun rasanya menggebu-gebu ingin begini begitu, lalu ketika bertemu dengan Senin yang mana hari pertama masuk kuliah atau kerja, resolusi itu seakan lenyap seiring status 'back to reality' muncul di mana-mana. Yang terngiang di kepala hanya, kembalikan waktu libur kami! Ya maklum, resolusi dibuat ketika lagi libur tahun baru. Biasanya sesuatu emang terasa lebih menarik ketika belum dikerjain.  

Berbeda di 2018 kali ini, saya makin merasa sadar bahwa sebenernya punya resolusi itu penting. Kenapa? 

Anggaplah seperti ini, ketika masuk kuliah saya ingin lulus dengan predikat cumlaude. Itu adalah resolusi. Saya punya target yang ingin diraih. Target itu yang kemudian membuat perilaku saya bergerak ke arah cumlaude, misal lebih rajin belajar, menuntaskan tugas sebaik mungkin, dan rajin cari muka di depan dosen.

Adanya resolusi itu yang membuat kita sebenernya lebih paham apa yang harus kita lakukan. Sederhana kan? Iya nulisnya sih sederhana. Tapi sebenernya ada satu hal lagi yang sama pentingnya dengan resolusi, yaitu eksekusi. 

Ketika udah punya resolusi, selanjutnya untuk meraihnya adalah dengan eksekusi. Ini yang biasanya berat, yang akhirnya membuat kita mudah melupakan resolusi. Punya resolusi ingin kaya tentu lebih mudah ketimbang eksekusi mencari uang. Tapi bukankah biasanya eksekusi adalah aktivitas yang dekat dengan kita sehari-hari, lalu dengan adanya resolusi kita jadi bisa lebih mengukur porsi aktivitas kita? 

Misal, resolusi ingin lulus cumlaude. Eksekusinya adalah belajar lebih tekun. Belajar bukan hal baru kan? Tapi dengan adanya resolusi, mungkin porsi jam belajar kita ditambah.

Atau, resolusi ingin hidup sehat. Eksekusinya adalah mengatur pola tidur. Tentu tidur bukan hal baru. Udah pernah tidur kan? 

Mungkin kita bisa mengawalinya dengan resolusi yang nggak terlalu muluk dulu, asalkan berprogres. Kita bisa mulai dari hal sederhana yang sebenernya kita inginkan, tapi masih sulit dilakukan karena males. Ingin menurunkan berat badan atau membesarkan otot, misalnya. Jangan sekalinya bikin resolusi ingin mendamaikan Korea Utara dengan Amerika. Terlalu berat.

Mari dimulai dengan hal yang sebenernya dekat dan sederhana. Penting bagi kita untuk terlebih dahulu mencintai proses untuk berubah jadi lebih baik, walau sedikit demi sedikit.
  
Kita punya rutinitas, tapi kita sebaiknya juga harus tau ke mana rutinitas itu akan membawa kita. Nggak hanya harus tau, tapi kita juga yang seharusnya menentukan akan ke mana. Itulah guna resolusi. Kita pasti punya hal yang ingin diraih, ingin dimiliki, ingin digapai. Ya bergeraklah ke arah sana. Hidup hanya sekali, sayang rasanya kalo kita nggak bisa menjadi orang yang kita impi-impikan. 

Mulailah dengan resolusi, sambut dengan eksekusi, dan jangan berhenti. 

Kurang lebih seperti itu pentingnya resolusi menurut saya. 

Resolusi akan gagal ketika kita memaklumi kesalahan-kesalahan kecil yang kita buat. Resolusi akan gagal ketika kita memaklumi penundaan-penundaan yang kita buat. Resolusi akan gagal ketika kita menganggapnya hanya pelengkap awal tahun baru.

Sebenarnya kita bebas kapan aja punya resolusi. Namun, awal tahun rasanya jadi momen yang tepat untuk mengawali perubahan-perubahan itu. Awal tahun bisa jadi awal baru untuk diri kita yang lebih baik. Sama halnya ketika kita ulang tahun, banyak harapan dan doa dihaturkan ke kita di usia yang baru. Momen yang tepat untuk memulai. 

Masih ada 350-an hari lagi di 2018 ini. Masih banyak kesempatan buat kita membuat tahun ini menjadi tahun yang menyenangkan dan lebih baik dari tahun sebelumnya. Jangan berharap 2018 'please be nice', tapi kali ini kita yang akan menentukan kalo 2018 akan nice