Selasa, 18 September 2018

Mapan dan Rupawan

Weekend selalu saya manfaatin untuk ketemu teman-teman. Ya buat sekadar ngobrol, bikin konten, atau minta dibayarin makan. Seperti Sabtu kemarin, saya diajak ketemuan di Kemang Village (Kemvil). Sebenernya agak mikir-mikir ketemuan di Kemvil. Yang saya tau, adeknya Raditya Dika ngabisin lebih dari 1 juta buat pacaran di sana. (Videonya bisa diliat di sini.) Sementara saya kalau ke mall, paling cuma bisa ngabisin 1 Teh Tong Tji. Tapi karena penasaran dan belum pernah ke sana, akhirnya saya setuju. Saya yakin kalau urusan uang atau rezeki sih, udah diatur Tuhan. Atau bisa ngutang teman.

Saya tiba di Kemvil jam 4 sore, sementara teman baru ngabarin kalau dia telat karena kejebak macet di Bekasi. Akhirnya sambil nunggu, saya mutusin untuk keliling Kemvil. Ternyata isinya nggak jauh beda sama mall-mall lain di Jakarta. Ada brand terkenal, mbak-mbak OVO, dan toilet yang cowok dan ceweknya dipisah. Kurang lebih 1 jam keliling, saya juga ngeliat banyak pengunjung yang rupawan dan mapan. Serupawan dan semapan apa? Ya pokoknya mereka udah cocok jadi selebgram dan bisa swipe up. Mereka tampak sukses, hidupnya enak, dan kalau beli Starbucks nggak perlu liat harga. Tiba-tiba saya jadi minder. Saya nggak tampan dan belum mapan. Saya juga bukan siapa-siapa di Jakarta. Saya merasa sangat kecil dan nggak bisa apa-apa. Ibarat tim Young Boys yang satu grup sama Juventus, MU, dan Valencia di Liga Champions.

Pikiran dan perasaan tadi menyadarkan tentang satu hal, ternyata saya masih medioker. Saya masih (milih) menjalani hidup dengan biasa-biasa aja. Saya lebih sering mengerjakan apa yang menurut saya mudah. Sebenernya itu bukan hal buruk, tapi akibatnya saya sulit menjadi apa yang saya inginkan. Berada di zona nyaman yang pada akhirnya membuat saya nggak bisa manfaatin kemampuan. Iya, itu jawaban yang saya temukan. Mungkin saat ini saya nggak tampan dan belum mapan, tapi harapan di masa depan akan tetap ada selama saya siap maksimalin kemampuan. Saya juga yakin mereka yang sekarang mapan itu hasil perjuangan dan yang rupawan hasil dari perawatan.

Sore di Kemvil mengajarkan saya dua hal penting. Pertama, berkaca dari orang lain itu terkadang perlu. Bukan untuk membandingkan hidup, tapi supaya tau kita udah berada di titik mana sehingga bisa mencoba lebih baik dari sebelumnya. Kedua, kalau mau ketemuan sama teman yang tinggalnya di Bekasi, jangan di Kemvil. Saya hampir 2 jam muter-muter sendirian cuma buat nunggu teman dateng anjir.