Saya sedang menulis project yang mau dikerjakan saat lagi menunggu makan malam dihidangkan di salah satu rumah makan di Bandung. Saya menulisnya dalam format poin-poin sederhana di notes handphone. Sejak laptop saya tombol huruf-hurufnya rusak, saya jadi membiasakan diri menulis apa-apa di handphone. Selain karena lebih praktis, handphone juga alat yang akan selalu saya genggam dan lihat tiap harinya. Walaupun biasanya yang dicek hanya chat Line, Twitter, dan foto-foto Dua Lipa di Instagram. (Informasi aja, Dua Lipa tiap hari upload foto baru. Kalo kamu nggak follow dia di Instagram, saya nggak tau kamu punya masalah hidup apa...)
Selesai menulis poin-poin, saya kaget menyadari ternyata banyak project pribadi yang ingin saya kerjakan di tahun 2018. Saya memang bercita-cita kelak bisa hidup dari karya-karya yang saya buat. Mulai dari karya tulis, video, dan podcast. Saya berencana untuk merintisnya dari sekarang. Di tahun 2018 ini saya juga ingin mencoba belajar banyak hal baru. Bukan karena ambisius, tapi karena sekarang saya masih nganggur.
Jumat, 30 Maret 2018
Kamis, 22 Maret 2018
Harga Sebuah Karya
Hari itu saya dan dua orang teman lagi ngerjain video iklan di sebuah cafe. Namanya Dipta dan Putra. Kami udah saling kenal sejak SMA. Pas kuliah, saya dan Dipta masuk ke satu kampus yang sama, sementara Putra di kampus yang berbeda. Walaupun gitu, saya dan Putra tetep berhubungan baik. Putra sering ngajakin main game ke rumahnya dan selalu menyuguhkan makanan. Biasanya saya juga minta dibungkus.
Di sela-sela break karena mesti nge-charge batre kamera, kami duduk santai di halaman depan cafe. Saya dan Putra duduk berhadapan di satu meja sementara Dipta duduk terpisah di meja lain sambil ngerokok. Mungkin Dipta ingin menghargai kami yang nggak merokok dengan menjaga jarak. Mungkin di pikiran Dipta, "Jangan sampai asap rokok ini mencemari oksigen yang temen-temenku hirup. Biar aku aja yang tercemar. Biar aku!"
Di sela-sela break karena mesti nge-charge batre kamera, kami duduk santai di halaman depan cafe. Saya dan Putra duduk berhadapan di satu meja sementara Dipta duduk terpisah di meja lain sambil ngerokok. Mungkin Dipta ingin menghargai kami yang nggak merokok dengan menjaga jarak. Mungkin di pikiran Dipta, "Jangan sampai asap rokok ini mencemari oksigen yang temen-temenku hirup. Biar aku aja yang tercemar. Biar aku!"
Kamis, 15 Maret 2018
Menjadi Batman
Salah satu cita-cita saya jadi Batman. Iya, kamu nggak salah baca kok. Laki-laki yang udah berumur 23 tahun ini emang mengidolai Batman dari kecil. Kenapa? Alasan sederhananya karena kostum Batman warnanya hitam. Laki-laki dengan pakaian serba hitam itu nggak pernah salah. Tampak lebih gagah, elegan, dan yang paling penting ketika punggung basah karena keringetan, orang-orang nggak tau.
Laki-laki dan warna hitam emang nggak pernah salah, tapi kalo warna hitam ini dipake untuk background instastory, lalu terdengar sayup-sayup lagu galau ditambah beberapa penggal kalimat warna putih ditulis kecil... ya goodluck aja deh capernya.
Laki-laki dan warna hitam emang nggak pernah salah, tapi kalo warna hitam ini dipake untuk background instastory, lalu terdengar sayup-sayup lagu galau ditambah beberapa penggal kalimat warna putih ditulis kecil... ya goodluck aja deh capernya.
Langganan:
Postingan (Atom)