Sabtu, 27 Februari 2016

Di Balik Bontang, Suara Ayam, & Isyana Sarasvati: itavsaraS anaysI &, mayA arauS, gnatnoB

Setiap mahasiswa punya momen-momen indah selama kuliah.
Ada yang karena dapet IP tinggi, dapet pacar, atau dapet pesan dari akademik kalo kelas diliburkan. (Ingat, di balik kelas yang diliburkan ada kelas pengganti. Dan sebaik-baiknya kelas adalah bukan kelas pengganti.)
Bagi saya, momen terindah selama kuliah ialah: libur kuliah.

Bicara tentang libur kuliah, udah menjadi tabiat saya untuk pulang kampung. Alasannya jelas, saya rindu keluarga. Salah satu hal yang paling saya rindukan ialah salim tangan orang tua ketika baru sampe rumah. Hal yang tentu mustahil dilakukan ketika sedang pergi merantau kuliah, kecuali temen kos-kosan udah kamu anggap seperti orang tua sendiri. Seperti biasa, sebelum pulang kampung saya menyusun rencana-rencana sungguh asik dan berfaedah yang mau dilakuin selama liburan. Dan seperti biasa juga, rencana hanyalah rencana, ujung-ujungya cuma males-malesan dan bangun siang. Begitulah hidup, kita yang merencanakan, tapi Tuhan yang menentukan. (Saya anaknya emang positive thinking banget.)



Untungnya dari sekian rencana, ada satu yang bisa saya realisasikan. Yaitu project video pribadi tentang kampung halaman saya, Kota Bontang, yang udah bisa temen-temen tonton di Youtube. Tebak, berapa usia Kota Bontang? Jawabannya 16 tahun. Masih belia ya. Ini pasti Bontang lagi sibuk-sibuknya nyari tempat bimbel, kalo nggak Primagama, G O, atau Nurul Fikri. Bontang juga kalo papasan sama saya di jalan harusnya manggil 'Mas' kemudian salim. Kenapa usia Kota Bontang masih 16 tahun? Karena sebelumnya Bontang masih kabupaten, dan di tanggal 12 Oktober 1999 baru menjadi kota. (Makasih Google.)

Nah melalui blog ini saya mau menceritakan beberapa hal tentang project video tersebut. Alasan menceritakannya semata-mata agar blog ini ada tulisan baru lagi. Iya gitu doang. Bukan untuk pamer kalo video saya udah tembus 4.000 views kurang dari sebulan atau share-an video di LINE yang udah sampe ratusan. Nggak kok, saya nggak mau sombong. Mari saya mulai ceritakan beberapa hal tentang video tersebut!

1. Project hampir gagal. 
Sewaktu bikin video tersebut, saya sempat memutuskan untuk berhenti ngelanjutin. Ada beberapa alasan, salah satunya karena file video yang bermasalah dan saya baru sadar ketika udah setengah jalan. Semangat bikin video hilang. Saat pengerjaan video dianggurin, saya beralih bikin video-video di Instagram, karena lebih mudah dan cepat. Ada 3 video di Instagram yang saya beri nama 'verezha'. Videonya rata-rata emang cuma 15 detik, tapi bikinnya bisa setengah hari! Udah gitu jumlah likes-nya tetep nggak bisa sebanyak orang yang cuma nge-upload gambar buku atau makanan. Pedihnya realita kehidupan. Setelah kurang lebih seminggu dianggurin, akhirnya saya ngelanjutin bikin video tersebut dari awal lagi karena saya pernah janji kepada seseorang melihatkan seperti apa Kota Bontang. Dan jadilah video tersebut dalam 2 hari. Udah macem Bandung Bondowoso yang melek internet.

2. Ada bagian di video yang dihilangkan. 
Konsep awal videonya sebenernya mau nyelipin short movie. Ngambil adegan untuk short movie sebenernya juga udah selesai. Tapi karena khawatir durasi video yang terlalu panjang, akhirnya saya hilangkan. Saya perhatian dengan kuota internet kalian.

3. Kenapa judulnya videonya Bontang, Suara Ayam, dan Isyana Sarasvati?
Awalnya saya mau ngasih judul 'Bontang' aja, tapi sepertinya kurang menarik. Lalu kepikiran judul lain, 'Kau yang Berasal dari Bontang'. Plesetan dari judul sinetron Nikita Willy dan Morgan Oey di RCTI (lah ini kenapa saya hafal). Hampir pake nama itu, hingga akhirnya ketika udah mau di-upload ke Youtube saya kepikiran judul 'Bontang, Suara Ayam, dan Isyana Sarasvati'. Alasannya karena menurut saya judul ini lebih bikin penasaran,walaupun mungkin setelah nonton langsung pada menyesal karena suara ayam yang nggak terlalu kedengaran dan Isyana Sarasvati yang cuma saya tampilin sekian detik. Mamam tuh.

4. Durasi video kepanjangan.
Jujur, saya merasa durasi video tersebut masih terlalu panjang. Awalnya target durasi videonya hanya 8 menitan supaya yang nonton nggak terlalu bosen. Saya pun udah memotong beberapa adegan, salah satunya short movie, tapi tetep nggak bisa jadi 8 menit. Tapi sebenernya untuk dunia per-Youtube-an, durasi video saya yang 11 menitan udah menjadi hal yang biasa. Kalo diperhatikan, para Youtubers biasanya juga bikin video di atas 10 menit kok. (Hashtag: #CariPembelaan)

5. Siapa orang yang nanya di videonya?
Jalan cerita di video ini saya menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Kota Bontang. Emang siapa sih yang nanya? Sebenernya nggak ada yang nanya. Malah sebelum bikin video, saya yang justru nanya ke beberapa temen, apa yang ingin mereka ketahui tentang Bontang. Dari pertanyaan mereka, saya ringkas jadi beberapa aja. Semua kalimat dan jawaban yang saya omongin di video, juga udah saya tulis sebelumnya. Jadi video ini scripted, nggak ada improvisasi seolah-olah saya kaget dengan pertanyaannya. Gimana bisa kaget, kan saya sendiri yang buat pertanyaannya.

6. Bosen denger suara sendiri.  
Saat proses editing video, belasan kali saya nontonin diri sendiri. Nonton dari awal sampe akhir. Ngecek di bagian mana yang masih kurang oke. Kalo ada yang kurang oke, saya perbaiki, dan saya tonton lagi dari awal sampe akhir. Sampe bosen. Mana suara saya nggak ada macho-machonya, tampang juga nggak rupawan. Kemudian setelah upload ke Youtube, cuma sekali saya tonton untuk ngecek udah bener atau belum. Dan hingga tulisan ini dibuat, saya udah nggak pernah nonton videonya lagi. Kemarin waktu ada saudara yang main ke rumah dan nyetel videonya, saya tutup telinga. Waktu orang tua saya mau nyetel videonya, saya pergi dari rumah. Iya, soalnya udah harus masuk kuliah lagi.


7. Momen personal.
Selain short movie, ada momen yang terlalu personal bagi saya untuk dimasukin ke video itu, sehingga terpaksa saya hilangkan juga. Akhirnya saya memutuskan untuk dimasukin ke blog aja. Tentang apa? Silakan ditonton. Jangan lupa siapin tisue!


Inti dari video-video yang saya buat tak lebih dari sekedar berkarya. Saya ingin menuangkan ide-ide dengan memanfaatkan media-media yang ada, seperti video dan tulisan. Fokus saya hanyalah membuat dan menyelesaikan apa yang ingin saya lakukan. Ada kepuasan ketika saya berhasil menyelesaikan apa yang ingin saya buat. Bagaimana orang merespon karya saya itu perkara nanti. Ketika mereka merespon positif, saya bersyukur. Ketika mereka merespon negatif, saya coba untuk membuat karya yang lebih baik berikutnya. Saya tau saya nggak bisa menyenangkan semua orang. Oleh karena itu jangan berhenti berkarya. Dan ingatlah sebuah petikan lirik lagu dari SMASH..

Tak peduli ku di-bully
Omongan lo gue beli
Cacian lo gue cuci dengan senyuman prestasi

Tak pernah ku malu karena cibiranmu
Kujadikan motivasi untuk maju
No more mellow say no to galau
No more tear say no to fear 

Eh, nyambung nggak sih?
Nggak ya?
Pake lirik Cherrybelle aja gimana?